Sabtu, 15 Januari 2011

KONSERVASI

Beberapa spesies kadangkala menunjukkan semakin melimpah, sebaliknya banyak spesies ikan yang mengalami penurunan jumlah populasi secara drastis, sehingga menyebabkan penurunan keanekaragaman. Oleh karena itu, akan diuraikan beberapa hal mengenai :
i) penyebab kerusakan,
ii) alasan-alasan untuk konservasi ikan sebagai sumberdaya terbaharui dan sumberdaya tak terbaharui
Penyebab kerusakan / penurunan populasi
Lingkungan akuatik relatif berubah secara konstan, tidak dipengaruhi oleh manusia. Kelimpahan spesies ikan di alam menunjukkan kondisi yang fluktuatif akibat adanya respon terhadap lingkungan. Namun, manusia seringkali memberikan tekanan-tekanan terhadap keberadaan populasi ikan di berbagai lingkungan perairan, sehingga dapat menyebabkan meningkatnya kematian populasi ikan. Beberapa hal yang menyebabkan gangguan terhadap keberadaan ikan akibat aktivitas manusia antara lain : eksploitasi, penggundulan hutan, introduksi spesies, dan pencemaran
Eksploitasi merupakan penyebab utama perubahan populasi dan komunitas ikan di perairan. Penurunan stok berbagai jenis ikan secara jelas disebabkan oleh eksploitasi yang berlebihan. Hal ini menunjukkan bahwa kita telah melampaui jumlah maksimum ikan-ikan yang dapat diambil dari perairan, namun juga dikarenakan kesalahan pengelolaan terhadap perikanan. Tanda-tanda “overfishing” biasanya terlihat pada menurunnya ukuran rata-rata ikan dan untuk mengambil ikan-ikan dalam jumlah yang sama diperlukan upaya lebih besar.
Penggundulan hutan merupakan ancaman yang serius bagi ikan dan habitatnya. Empat alasan yang mendukung pernyataan ini yaitu :
a) Banyak jenis organisme yang menggantungkan hidupnya pada bahan yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang jatuh ke dalam air serta dari vegetasi yang menggantung di atas air baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan-bahan tersebut membentuk detritus yang merupakan bahan pokok rantai makanan bagi banyak invertebrata maupun ikan.
b) Berkurangnya naungan menyebabkan kenaikan suhu perairan yang berkibat menurunnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Semakin tinggi suhu maka tingkat metabolisme pada ikan akan meningkat dan kebutuhan oksigen juga meningkat tetapi kemampuan haemoglobin untuk mengikat oksigen berkurang. Pengaruh ini menjadi lebih buruk karena untuk melakukan proses dekomposisi bahan organik diperlukan banyak oksigen. Sepanjang malam tumbuhan air tidak melakukan fotosintesa dan konsentrasi oksigen dapat menurun secara drastis, mungkin sampai mencapai batas minimum yang dibutuhkan oleh jenis ikan tertentu.
c) Meningkatnya kekeruhan karena endapan yang menumpuk, yang berasal dari tanah yang terhanyut dapat menyebabkan pengumpulan lumpur. Ketika air mengalir lambat maka lumpur akan terhenti dan mengendap di dasar sungai dan mendesak alga dan organisme lain serta menyebabkan pendangkalan dan penyempitan sungai.
d) Hutan terutama hutan-hutan yang tergenang air menciptakan habitat yang beragam dan bersifat heterogen yang tercermin dari keanekaragaman hayatinya.

Introduksi spesies. Pada beberapa kasus, introduksi tidak bersifat membahayakan dan pengaruhnya hanya sedikit terhadap komunitas ikan asli. Namun, menurut pengalaman yang dilakukan di seluruh dunia, introduksi seringkali bersifat sangat merugikan. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa penurunan kualitas lingkungan, penurunan sifat-sifat genetika asli, masuknya penyakit dan parasit serta kesulitan sosial ekonomi bagi nelayan di daerah sekitarnya.
Resiko yang paling berat misalnya jenis yang diintroduksikan dapat berkembang biak dengan cepat dan bersaing dengan jenis yang sudah ada, misal introduksi ikan mujair (Oreochromis mossambica) yang kurang disukai dan bersifat predator. Pengaruh introduksi ikan-ikan di perairan Indonesia belum diteliti secara mendalam namun tampaknya berpengaruh negatif terhadap komunitas ikan asli.
Beberapa ikan asli dari danau Lindu dan danau Poso di Sulawesi Tengah diperkirakan musnah karena introduksi ikan Channa striata dan Oreochromis sp. (Whitten, et al., 1987 dalam Kottelat, et al., 1993). Kottelat et al. (1993) juga melaporkan bahwa ikan-ikan asli yang tertangkap di danau Poso selalu terdapat parasit yang menempel pada sirip-siripnya, leher atau mata dan banyak ikan-ikan yang luka ditubuhnya akibat ditumbuhi jamur. Hal ini menyebabkan penurunan ikan-ikan asli akibat adanya penyakit dan parasit yang terbawa bersama ikan introduksi.
Pencemaran. Pelepasan bahan-bahan kimia beracun ke perairan dapat menyebabkan terbunuhnya organisme secara besar-besar di perairan sungai, bahkan di danau dan estuari. Bentuk pencemaran utama di sungai dan danau adalah limbah organik yang berasal dari rumah tangga dan saluran pembuangan serta dari limbah industri.
Sumber-sumber pencemar tersebut menghasilkan air dengan keasaman rendah, membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah tinggi dan keruh. Banyaknya bahan organik yang harus dihancurkan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut akan turun secara drastis. Penurunan ini menyebabkan kematian ikan dan hanya ikan-ikan yang bernafas dengan oksigen dari udara saja yang dapat hidup.
Tidak hanya bahan organik saja yang menyebabkan pengurangan jumlah oksigen terlarut, tetapi hasil proses dekomposisi yang menghasilkan senyawa senyawa amoniak, nitrat dan fosfor juga menyebabkan pengurangan jumlah oksigen. Senyawa-senyawa tersebut terdapat secara alami di perairan dan diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, tetapi bila jumlahnya besar akan memperkaya air secara berlebihan.
Selain bahan pencemar organik juga terdapat polutan anorganik yang merupakan hasil dari proses industri yang bersifat racun, misalnya bahan pemutih, pewarna dan logam-logam berat (misal Cd, Hg, Cr, Cu, Zn) serta penggunaan pestisida dan herbisida yang oleh petani. Beberapa logam berat berakumulasi dalam daging ikan walaupun tidak mematikan, namun apabila ikan tersebut dikonsumsi oleh ikan atau binatang lain bahkan manusia maka kadar racun dalam tubuh akan meningkat sehingga mengakibatkan kematian.
Pengelolaan dan pengamanan
Di Indonesia, banyak kawasan konservasi telah ditetapkan secara resmi karena kekayaan akan mamalia, burung atau vegetasi yang khas, tetapi belum banyak kawasan konservasi yang khusus diusulkan untuk melindungi fauna air. Oleh karena itu perlu adanya kawasan konservasi berupa danau, sungai, daerah pasang surut dan lain-lain untuk tujuan konservasi bagi kehidupan ikan.
Banyak jenis-jenis ikan yang termasuk dalam daftar merah jenis Terancam punah yang diterbitkan oleh IUCN tahun 1990 yaitu sebanyak 29 jenis ikan dari Indonesia. Dua jenis ikan diantaranya yaitu Arwana scleropages dan Balantiocheilos melanopterus merupakan sasaran perdagangan ikan nasional dan internasional.
Jenis-jenis ikan lainnya yang termasuk dalam kategori terancam punah tersebut yaitu : Barbodes belinka, B. platysoma, B. sunieri, Crossocheilus gnathopogon, C. langei, Labeo pietschmanni, Leptobarbus hosii, L. melanotaenia, Lobocheilos lehat, semua Neolissochilus, Poropuntius huguenini, P. tawarensis, Puntis aphya, P dorsimaculatus, P. microps, Rasbora baliensis, R. bunguranensis, R. chrysotaenia, R. hengeli, R. leptosoma, R. tawarensis, Schismatorhynchos heterorhynchos, semua Tor, Homaloptera ripleyi, H. vanderbilti, Nemacheilus longipinnis, Botia macracanthus, Leicassis breviceps, L. inornatus, L. moeschi, L. rugosus, L saravacensis, L. vaillanti, Kryptopterus lumholtzi, Ompok borneensis, O. weberi, Helicophagus typus, Encheloclarias tapeinopterus, Akysis macronema, semua Nomorhamphuts, Doryichthys dasyrhynchus, Phenablennius heyligeri, Redigobius amblyrhynchus, Pseudogobiopsis neglectus, Bentta rubra, B. patoti, Channa bankanensis, C. cyanospilos, dan Tetraodon waandersii (Kottelat, et al., 1993).
Beberapa langkah yang harus segera dilakukan dalam rangka konservasi ikan menurut Moyle & Cech (1988) antara lain :
a) Pendataan atau inventarisasi jenis-jenis ikan yang menjadi prioritas di beberapa lokasi konservasi. Keberhasilan pengelolaan tergantung pengetahuan mengenai jenis-jenis apa yang didapatkan di lokasi, kebutuhan habitat utama jenis-jenis ikan tersebut, dan bagaimana interaksi dengan spesies lain.
b) b) Monitoring yang kontinyu oleh para ahli untuk mengetahui status habitat, komunitas dan spesies.
c) Penelitian diperlukan untuk mengetahui bagaimana jenis-jenis ikan tersebut dapat dikelola lebih efektif .
d) Pengelolaan komunitas dan habitat ikan sebagai suatu strategi pengelolaan multispesies harus segera dilakukan. Hal ini tidak hanya dapat meningkatkan produksi total ikan tetapi sekaligus dapat digunakan untuk konservasi ikan-ikan nonsumberdaya berkaitan dengan interaksi tiap-tiap komunitas yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar