Kamis, 16 Februari 2012
Penyu Hijau (Celonia mydas)
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyu meruapakan salah satu hewan yang populasinya terancam punah. Penyu mempunyai karapas atau tempurung yang keras pada bagian dorsalnya. Secara klasifikasi, penyu termasuk bangsa Testudinata. berikut adalah klasifikasi penyu hijau :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Sub Kelas : Anopsida
Bangsa : Testudinata
Suku : Dermochelidae; Cheloniidae
Marga : Dermochyles; Celonia; Lepydochelys; Eretmochelis; Natator; Caretta
Famili :Dermochyles corriacea; Celonia mydas; Lepydochelys olivacea; Eretmochelis imbricata; Natator depressus; Caretta caretaa.
Secara morfologi, penyu mempunyai keunikan-keunikan tersendiri dibandikangkan hewan-hewan lainnya. Tubuh penyu terbungkus oleh tempurung keras yang berbentuk pipih serta dilapisi oleh zat tanduk. Tempurung tersebut mempunyai fungsi yang sebagai pelindung alami dari predator. Sedangkan penutup pada bagian dada dan perut disebut dengan plastron
Ciri khas penyu secara morfologis terletak pada terdapatnya sisik infra marginal (sisik yang menghubungkan antara karapas, plastron dan terdapat alat gerak berupa flipper. Flipper pada bagian depan berfungsi sebagai alat dayung dan flipper pada bagian belakang befungsi sebagai alat kemudi. Pada penyu-penyu yang ada di Indonesia mempunyai cirri-ciri khusus yang dapat dilihat dari warna tubuh, bentuk karapas, serta jumlah dan posisi sisik pada badan dan kepala penyu. Penyu mempunyai alat pecernaan luar yang keras, untuk mempermudah menghancurkan, memotong dan mengunyah makanan.
Perbedan mencolok pada tempurung antara suku Dermochelidae dan suku Cheloniidae adalah pada bentuk tempurung Dermochelidae yang membentuk belimbing. sedangkan Cheloniidae berbentuk seperti pipih-pipih yang tersusun membentuk pola-pola tertentu.
Secara umum, siklus kehidupan penyu adalah diawal dengan menetas dari telur kemudian secara bertahap tumbuh menjadi dewasa. Sebagian besar hidup penyu berada di laut. Pada telur-telur yang menetas menjadi tukik-tukik, kemudian mereka menuju ke lautan hingga keberadaannya sulit terdeteksi lagi, dikenal juga dengan istilah missing year. Perkawinan dilakukan di laut dekat pantai habitat peneluran dan habitat mencari makan. Hingga pada suatu ketika penyu betina menuju ke pantai untuk bertelur dan dibiarkan, tanpa dierami.
Berdasarkan SK Mentri Pertanian dan Kehutana, PP, dan IUCN keenam penyu tersebut mempunyai status konservasi endangered (terancam punah).
Berkaitan dengan hal di atas, kawasan Suaka Margasatwa Cikepuh merupakan kawasan dimana sering dijumpai keenam penyu tersebut. Kawasan Suaka Margasatwa Cikepuh resmi menjadi Suaka Margasatwa sesuai dengan Surat Keputusan Mentri Pertanian No. 523/Kpts/Um/10/1973 pada tanggal 20 Oktober 1973 dengan luas area 8.127, 5 Ha.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan ini, yaitu sebagai berikut :
a) Melatih Mahasiswa untuk menghayati kehidupan masyarakat
b) Melatih Mahasiswa untuk menyesuaikan diri dan berkomunikasi dengan masyarakat, khususnya petugas konservasi patai pangumabahan ujung genteng yang memberikan inspormasi.
c) Melatih Mahasiswa dalam mengembangkan sikap dalam lingkungan bersama.
1.3 Manfaat
Manfaat yang dirasakan selama Praktek Lapangan ini, yaitu :
a) Mahasiswa dapat membandingkan antara teori – teori yang di dapat di bangku kuliah dengan kenyataan di lapangan.
b) Mahasiswa dapat menggali ilmu pengtahuan dari kegiatan praktek lapangan.
c) Mahasiswa dapat Mengetahui keadaan lingkungan (ekosistem) pantai Pangumbahan Ujung Genteng
d) Mahasiswa dapat melakukan investigasi dan perkiraan kerusakan lingkungan yang di pengaruhi oleh faktor-faktor Oseanografi
2. PEMBAHASAN
2.1 Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan praktek lapangan ini di lakasanakan selama 2 (dua) hari, pada tanggal 9 – 10 Febuari 2012. Pelaksanaan praktikum ini bertempat di kawasan Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan dan Suaka Margasatwa Cikepuh di Desa Gunung Batu Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi Jawa Barat.
Berikut beberapa perincian mengenai daerah Suaka Margasatwa Cikepuh.
Nama Kawasan : Suaka Margasatwa Cikepuh
Luas : 80127,5 Ha
Batas kawasan :
• Utara : Cagar Alam Cibanteng, Teluk Ciletuh, Desa Ciwaru
• Selatan : Sungai Cipinarikan, Perkebunan Kelapa Citespong, Desa Cikangkung
• Timur : Desa Cibenda, Desa Gunung Batu
• Barat : Desa Cibenda
Letak Adminstratif : Desa Cikangkung, gunung Batu, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi dan Desa Ciwaru, Cibenda, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi
Letak Geografis : 7¬¬¬¬¬¬¬¬0 10’ 30 ’’-7 0 12’ 33’’ LS dan 106¬¬¬¬¬¬0 21’ 0 ’’-106 0 27’ 0’’BT.
Ekosistem : Hutan Pantai, Hutan hujan dataran rendah
Vegetasi : Hutan Tropis Dataran Tinggi
Fenomena Alam : Botanis dan Faunatis
Pemanfaatn Kawasan : Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya.
Keadaan kawasan
Topografi : Berbukit-bukit
Kemiringan : Kurang lebih 30 %
Ketinggian : 0-250 mdpl
Geologi : Sebagian besar andefferentteadted volcanic product. Bagian selatan jenis miosen sedimentary facies
Jenis tanah : Kompleks mediteran kuning, grumosol dan regosol dari batu endapan
Iklim : Tipe C menurut Scimdt & Ferguson dengan Q=36.1
Suhu Udara : 150-280 C
Curah Hujan : 600-3500 mm/th
Hidrologi :Sungai Cipanarikan, Cilengka, Citirem, Cibuaya, Cikalapa, Cikatapang, Cikepuh, Cipasawahan, Cianggabasa, Ciwaru, Cibatununggal.
2.2 Pengaruh Cahaya Pada Penyu
Polusi cahaya membuat bintang dan bulan tak tampak. Burung yang bermigrasi menggunakan bintang dan bulan sebagai alat navigasi. Akibat adanya polusi cahaya, mereka tidak dapat bermigrasi ke tempat yang tepat. Penyu laut juga tidak datang ke pantai dan bertelur seperti biasa karena takut dengan adanya cahaya matahari.
2.3 Penagruh Suhu Pada Penyu
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin bayi-bayi/ tukik penyu hijau (Chelonia mydas) ditentukan oleh suhu telur ketika dierami. Suhu pasir menentukan rasio jenis kelamin penyu, suhu yang lebih hangat akan meningkatkan jumlah penyu berkelamin betina yang lahir hingga 95 persen (%). Dan faktor ini dapat membantu populasi mereka dalam melawan efek perubahan iklim lewat perilaku kawin.. Suhu yang lebih hangat juga mengurangi keberhasilan penetasan & menghasilkan tukik yang cacat, sedangkan suhu diatas 33 derajat celcius mengakibatkan telur mati.
2.4 Pengaruh Oksigen Terlarut (DO)
Pengaruh oksigen terlarut pada penyu Oksigen merupakan gas yang tidak berbau, tidak berasa dan hanya sedikit larut dalam air. Semua organisme air membutuhkan oksigen dalam hidupnya. Sehingga, tempat yang mengandung oksigen selau terdapat organisme di dalamnya dan makin banyak oksigen terlarut di daerah tersebut, maka makin banyak organisme yang ada di dalmnya. Jadi kadar oksigen terlarut dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas air.
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemmapuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya, dan dari atmosfer (udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas. Oksigen terlarut dalam laut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Konsentrasi oksigen terlarut dlaam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer.
Oksigen merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup di dalam air. Kepekatan oksigen terlarut bergantung kepada :
a) Suhu.
b) Kehadiran tanaman fotosintesis.
c) Tingkat penetrasi cahaya bergantung kepada kedalaman dan kekeruhan air.
d) Tingkat kederasan aliran air.
e) Jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang mati atau limbah industri
Oksigen terlarut (Dissolved oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen adalah suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seeprti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. Bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik.
Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut. Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 persen (%)
KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut.
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutiren yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seeprti mikroorganisme, sangat berperan dalam menguraikan senyawan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun.
2.5 Pengaruh Arus Pada Penyu
Arus mempunyai pengaruh positip maupun negatip terhadap kehidupan biota perairan. Arus dapat mengakibatkan putusnya jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu dan partikel-partikel dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Diperairan dengan dasar lumpur, arus dapat mengaduk endapan lumpur-lumpuran sehingga mengakibatkan bisa mengurangi penetrasi sinar matahari, dan karenanya mengurangi aktivitas fotosintesa. Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah menyangkut penambahan makanan bagi biota-biota tersebut dan pembuangan kotoran-kotorannya dan untuk algae kekurangan zat-zat kimia dan CO2 dapat di penuhi. Sedangkan bagi penyu CO2 dan produk-produk sisa dapat disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga memainkan peranan penting bagi penyebaran plankton, baik holoplankton maupun meroplankton. Terutama bagi golongan terakhir yang terdiri dari telur-telur dan burayak-burayak avertebrata dasar dan ikan-ikan
2.6 Pengaruh Pasang Surut Pada Penyu
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.
Menurut tife pasang surut, pasang surut yang terjadi di wilayah kawasan cikepuh pantai ujung genteng adalah pasang surut semi diurnal yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya. Hal ini berpengaruh pada saat induk penyu sedang bertelur di malam hari apabila terjadi pasang/ naiknya air laut ke permukaan daratan maka jarak tempuh penyu kedaratan semakin dekat dan juga telur yang sedang di keearmi bisa tergerus dan terendam, bahkan telur tersebut bisa terbawa ke pantai.
2.7 Pengaruh Abrasi Pada Penyu
Abrasi adalah suatu proses pengikisan pantai yang disebabkan oleh gerakan gelombang dan hempasan ombak. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut. Faktor alam misalnya karena adanya perubahan bentuk dan posisi muara sungai. Sedangkan aktifitas manusia juga dapat menyebabkan proses abrasi terjadi karena adanya keterkaitan ekosistem yang satu dengan yang lainnya seperti perubahan iklim.
Gelombang ombak sendiri terbagi menjadi dua, yaitu gelombang menyebar dan gelombang memusat. Gelombang yang paling berbahaya tentunya gelombang memusat yang langsung mengarah ke pantai. Jika karang pantai hilang maka gelombang akan menggerus pantai dan menyebabkan abrasi. Dampak yang diakibatkan oleh abrasi ini sangat besar, garis pantai akan semakin menyempit dan apabila tidak diatasi lama-kelamaan daerah-daerah yang permukaannya rendah akan tenggelam.
2.8 Pengaruh Sedimentasi Pada Penyu
Sedimentasi terutama terjadi di muara-muara sungai sedangkan abrasi terjadi di beberapa lokasi pantai yang tidak memiliki zona penyangga seperti area mangrove. Proses sedimentasi dan abrasi dipengaruhi pula oleh sistem arus laut.
Pantai berpasir dicirikan oleh ukuran butiran sedimen halus dan memiliki tingkat bahan organik yang tinggi, pantai ini pula banyak dipengaruhi oleh pasang surut yang mengaduk sedimen secara periodik. Interaksi organisme dengan sedimen dan pengaruh evaporasi perairan sangat tinggi di lingkungannya. Faktor fisik yang berperan penting mengatur kehidupan di pantai berpasir adalah gerakan ombak. Gerakan ombak ini mempengaruhi ukuran partikel dan pergerakan substrat di pantai. Jika gerakan ombak kecil, ukuran partikelnya kecil, tetapi jika gerakan ombak besar atau kuat, ukuran partikelnya akan menjadi kasar dan membentuk deposit kerikil.
Pengaruh ukuran partikel terhadap organisme yang hidup pada pantai tersebut adalah pada penyebaran dan kelimpahannya. Butiran pasir yang halus mempunyai retensi air yang mampu menampung lebih banyak air di atas dan memudahkan organisme untuk menggali. Gerakan ombak dapat pula mengakibatkan partikel-partikel pasir atau kerikil menjadi tidak stabil sehingga partikel-partikel substrat akan terangkut, teraduk, dan terdeposit kembali. Karena kondisi di lapisan permukaan sedimen yang terus menerus bergerak, maka hanya sedikit organisme yang mempunyai kemampuan untuk menetap secara permanen sehingga inilah yang menyebabkan pantai seperti terlihat tandus.
2.9 Pengaruh Eurotrofikasi Pada Penyu
Eutrofikasi, penyebab terbesar adalah sungai yang bermuara di laut, limbah yang terbawa salah satunya adalah bahan kimia yang digunakan sebagai pupuk dalam pertanian maupun limbah dari peternakan dan manusia. Salah satu yang paling sering ditemukan adalah detergen.
Eutrofikasi merupakan perairan menjadi terlalu subur sehingga terjadi ledakan jumlah alga dan fitoplankton yang saling berebut mendapat cahaya untuk fotosintesis. Karena terlalu banyak maka alga dan fitoplankton di bagian bawah akan mengalami kematian secara massal, serta terjadi kompetisi dalam mengkonsumsi O2 karena terlalu banyak organisme pada tempat tersebut.
10
Sisa respirasi menghasilkan banyak CO2 sehingga kondisi perairan menjadi anoxic dan menyebabkan kematian massal pada hewan-hewan (penyu) di perairan tersebut.
Salah satu aspek yang menjadi sasaran pengolahan terhadap limbah domestik adalah mengurangi konsentrasi senyawa-senyawa mineral yang terkandung didalamnya. Tanpa adanya usaha ini, kelebihan kadar senyawa mineral di perairan akan menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi (penyuburan) pada perairan penerima limbah, yang pada gilirannya dapat memacu pertumbuhan organisme tertentu secara tidak terkendali dilingkungan perairan.
Selain hal itu, dampak lain yang dapat terjadi akibat proses eutrofikasi antara lain :
a) Blooming algae dan tidak terkontrolnya pertumbuhan tumbuhan akuatik lain
b) Terjadi kekeruhan perairan
c) Terjadi deplesi oksigen, terutama di lapisan yang lebih dalam dari danau atau waduk
d) Terjadi supersaturasi oksigen
e) Berkurangnya jumlah dan jenis spesies tumbuhan dan hewan
f) Berubahnya komposisi dari banyaknya spesies ikan menjadi sedikit spesies ikan
g) Berkurangnya hasil perikanan akibat deplesi oksigen yang signifikan d perairan
h) Produksi substansi beracun oleh beberapa spesies blue-green algae
i) Ikan yang ada di perairan menjadi berbau lumpur
j) Pengurangan nilai keindahan dari danau atau waduk karena berkurangnya kejernihan air
k) Menurunkan kualitas air sebagai sumber air minum dan MCK
2.10 Adaftasi Organisme Terhadap Faktor Oseonografi
Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan bahan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga dan industri yang dalam konteks ekonomi bernilai komersial tinggi, ekosistem pesisir dan laut juga memiliki fungsi-fungsi ekologis penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, sebagai tempat pemijahan, tempat pengasuhan dan tumbuh besar, serta tempat mencari makanan bagi beragam biota laut.
Di samping itu, ekosistem pesisir dan laut berperan pula sebagai pelindung pantai atau penahan abrasi bagi wilayah daratan yang berada di belakang ekosistem ini.
Ekosistem pesisir kawasan cikepuh pangumbahan pantai ujung genteng merupakan pantai berlumpur yang memiliki peran penting dalam kelangsungan hidup penyu di Indonesia Dari enam penyu yang ada di Indonesia salah satunya penyu hijau (Chelonia mydas) yang bertelur di pantai ujung genteng. Sifat fisik dari wilayah pantai selatan Jawa tentunya memiliki kontur yang curam, kondisi topografi berupa kombinasi antara dataran rendah (pantai), bukit dan pegunungan. Setelah penulis melakukan analisis dan pernah berkunjung ke Pantai Pangumbangan maka dapat dikatakan Pantai Pangumbahan termasuk jenis Pantai berpasir halus. Hal ini didasarkan pada pola hidup penyu yang hanya hidup dan mendarat di pantai yang berpasir halus kaya akan nutrient untuk tempat menetaskan telurnya.
Faktor lingkungan seperti suhu, kekeringan, serta gerakan ombak beraksi secara beragam pada tiap pasang surut. Kekeringan bukan merupakan masalah selama pasir pantai cukup halus sehingga dapat menahan air melalui kegiatan kapiler selama pasang turun. Pasir juga merupakan penyangga yang baik bagi perubahan suhu dan salinitas yang besar.
2.11 Kondisi Perairan Pantai Pangumbahan
Wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi merupakan pantai berpasir yang tersusun oleh sedimen berukuran pasir halus sampai sangat kasar, berwarna putihkeabuan dan abu-abu kehitaman sampai hitam, pemilahan yang buruk dengan bentuk butir menyudut sampai membundar tanggung. Garis pantainya lurus, parasmuka pantai sempit berkisar 5 - 15 meter dengan kemiringan 5 - 100 meter. Dibelakang garis pantai berpasir umumnya memiliki morfologi yangterjal sebagai ciri khas pantai pegunungan dengan relief dari sangat kasar sampaihalus. Jenis pantai berpasir di jumpai di Pelabuhan Ratu dan Ujung Genteng.Pada umumnya pantai berpasir ini di jadikan sebagai objek wisata pantai seperti diPelabuhan Ratu, Ujung Genteng.Pantai bertebing merupakan jenis pantai agak mendominasi pantai selatan Jawa Barat yakni hampir 37,61 % dari total panjang pantai.
Hal ini disebabkan karena jenis pantai selatan merupakan mountaneous coast , bentukan dari prosesgeologi yang sedang dan telah terjadi. Jenis pantai ini tersusun oleh jenis batuan masif (batuan beku) dan sangat sulit dimanfaatkan untuk lahan apapun kecuali ditumbuhi oleh padang ilalang serta jenis tanaman keras seperti pohon ketapang.
Pantai dengan dasar terumbu karang atau pantai berterumbu bisa di temukan di wilayah Cikepuh Pangumbahan pantai ujung genteng. Pada umumnya jenis terumbu pada pantai berterumbu adalah jenis karang tepi (fringing reef) memanjang sepanjang garis pantai.
Kondisi kualitas air perairan laut di Kabupaten Sukabumi, tergolong bagus yang tercermin dari penampakan air yang bening dankecerahan (cahaya matahari yang dapat menembus perairan mencapai 67 meter), meskipun demikian dibeberapa muara sungai besar perairannya terlihat coklat terutama pada musim hujan.
Salinitas di perairan Pelabuhan Ratu berkisar antara 32,33 /oo-35,96 /oo dengan tingkat tertinggi terjadi pada bulanAgustus, September, dan Oktober dan terendah terjadi bulan Mei, Juni dan Juli. Kisaran suhu pada perairan Pelabuhan Ratu berkisar antara 27 - 30 celsius dan tinggi gelombang dapat berkisar antara13 meter (Pariwono et. al., 1988).
Langganan:
Postingan (Atom)